Minggu, 08 Juli 2012

Dari Perut Naik ke Hati Bagian I


Hasil riset independen redaksi KOJOR mengatakan, bahwa orang jatuh cinta itu bukan hanya masalah hati atau perasaan. Ada beberapa stimulan penting yang bisa membuat orang jatuh cinta. Yang pertama  dan paling kuno adalah anggapan dari mata turun ke hati, itu bisa jadi benar dan banyak terbukti. Yang kedua adalah dari telinga turun ke hati, hal ini bisa dibuktikan banyaknya kisah cinta sukses maupun kandas yang kemudian dituangkan ke dalam lagu. Yang terakhir dan yang paling tidak banyak disadari orang adalah dari perut naik ke hati (iya, kami tau kalau lokasi hati itu di sebelah kanan perut tapi yasudahlah), ternyata banyak alasan perpisahan baik yang sudah menikah ataupun belum adalah karena pasangan tidak bisa menyajikan masakan yang enak. Ada satu kubu yang akan sangat vokal dalam hal ini, yakni orang tua dari pasangan. Mereka bisa sangat bangga atau sangat menyebalkan ketika mengetahui menantu atau calon menantu nya bisa atau tidak bisa memasak. 

Dan masih dalam edisi Hujan (Cinta) Bulan Juni ini redaksi KOJOR mencari dua penulis yang handal dalam bidang kuliner. Pilihan pertama (dan yang akan kalian nikmati tulisannya sebentar lagi) jatuh kepada seorang model Ibukota, jagoan makan di Kenyang Bego, juga pecinta Donald Duck yakni Anisa Titisari. Doi akan bercerita bagaimana  tentang pengalamannya mengatur makan malam pertama dengan calon mertuanya dan membagi salah satu resep yang disajikannya. Hmmm..        

Karena Jatuh Cinta itu...Urusan Perut

Masalah percintaan barangkali untuk jaman sekarang menjadi isu yang sangat sensitif. Terlalu sensitif bahkan. Tengok saja timeline twittermu, berapa banyak akun yang mengatasnamakan diri sebagai “korban” cinta. Apalagi saat musim kawin tiba. Berapa jumlah akun teman-temanmu yang “sengaja” tak bisa tidur dan menjadi pujangga tengah malam dadakan. Cinta yang kerap terlihat di linimasa memupuskan arti cinta versi saya. Begitu banyak pasangan yang mencaci maki pasangannya karena tidak puas dengan pelayanan cinta yang mereka sepakati sendiri. Di lain pihak, sepasang burung kasmaran berkicau dengan sangat lantang, menampilkan roman-roman epic, meyakinkan seantero linimasa bahwa mereka benar-benar jatuh cinta. Ah, seperti pertunjukan saja yang bisa berakhir bila tiba waktunya. Ada yang lebih ekstrem, sekumpulan jomblowan jomblowati yang sibuk mencari kekurangan dan kelebihan diri mereka. Bahwa mereka pantas atau tidak mendapat gelar High Quality Jomblo. Yeah, fenomena seperti ini mungkin yang membuat @ladygorgom dan @ardiwilda berpikir ekstra keras untuk memberdayakan korban-korban tersebut guna mencari solusi, bukan hanya sibuk menebar kata yang seringkali malah membuat gerah timeline. Lewat KOJOR tentunya.

Lantas, apa arti cinta versi saya? Ini terdengar akan membosankan, saya tidak bohong. Versi cinta saya tak jauh dengan versi cinta dongeng Putri Salju. Saya mengagungkan cinta. Saya percaya cinta adalah jawaban kenapa sepasang kekasih bisa kawin lari dan hidup miskin. Tapi tidak miskin cinta, itu yang saya percaya.
Cinta. Dimulai saat calon kekasih saling bermalu-malu kucing, tiba-tiba mendapat “20 detik” hidup mereka (silahkan tonton We Bought a Zoo). Cinta pun mulai berbicara. Ini tahapan yang paling sensasional. Bagaimana tidak, kedua belah pihak akan saling berpacu dengan reaksi alami mereka. Siapa yang tidak gemetar jika setiap hari dering handphone menyematkan ucapan Selamat Pagi paling hangat sedunia. Jantung pun tak ingin melambat dikala si dia tiba-tiba hadir di depan pintu kamar guna memberikan sekotak martabak Cokelat Keju kesukaan. Jika hal-hal semacam ini sudah terjadi, jangan keburu pingsan jika mendengar, “Mama Papa mau ketemu. Aku udah atur makan malam bareng. Jadi, kamu siap-siap ya. Sabtu malam aku datang ke rumahmu.” Mematung sebentar boleh saja, tetapi Sabtu malam tinggal 3 hari lagi.

Mari tarik nafas sepanjang mungkin sambil memejamkan mata. Makan malam bareng camer tidak semenyeramkan naik Kora-Kora. Silahkan panik jika dalam dua setengah hari belum mendapatkan pilihan menu makan malam yang pantas untuk disuguhkan. Dua kali menjamu camer di rumah, dengan pasangan yang berbeda tentunya, saya bisa bilang bahwa pilihan menu saya cukup berhasil.

Makan malam adalah tahap yang menegangkan. Saya membuat hal ini menjadi penting dengan benar-benar memikirkan dan memperhitungkan masak-masak menu apa yang akan saya suguhkan. Selain itu, pilihan menu yang saya hidangkan adalah bentuk kepercayaan yang saya tawarkan kepada calon mertua. Jangan dikira saya tidak basah kuyup memikirkannya. Ini seperti, “kadar cintamu diuji dari kadar garam dalam masakanmu”. Makanan yang tepat, akan menghasilkan impresi yang tepat. Walau si camer tak akan pernah tau, dari mana (sebenarnya) asal makanan-makanan tersebut.

Gurameh goreng, Sate Ayam, Tempe Bacem, Balado Rempela Ati, Jangan Lombok, Trancam dan setoples besar kerupuk udang. Bagi sebagian orang mungkin menu ini terlalu berat dan penuh. Pun tak istimewa. Tetapi, bagi kedua camer yang saya jamu, mereka tak membiarkan makanan tersebut tersisa banyak. Bukan komposisi nilai gizi yang saya perhitungkan, melainkan kombinasi makanan kesukaan camer dari riset dadakan yang saya lakukan dengan bantuan pasangan. Karena terus terang saja, cara tercepat dan paling tepat adalah dengan bertanya langsung pada pasangan. Cukup tanyakan makanan yang dihindari dan satu makanan favorit. Selebihnya, saya menyuguhkan menu aman.

Jangan Lombok adalah menu favorit si Papa. Balado Rempela Ati adalah makanan favorit si Ibu. Tak usah khawatir, Mama akan dengan senang hati ikut menyantap Jangan Lombok kesukaan suaminya dan Bapak akan dengan lahap menyantap Balado Rempela Ati favorit istrinya. Gurameh Goreng, Sate Ayam, Tempe Bacem dan Trancam adalah menu aman yang saya maksud. Kedua menu ini seperti jika kalian memutuskan, lebih baik membeli junk food di tempat asing daripada meraba-raba makanan asing yang kalian tidak yakin dengan standar rasa yang ditawarkan. Tempe Bacem dan Trancam adalah menu yang saya pilih karena kebetulan saya asli Jawa. Makanan khas bisa jadi alternatif menu aman lainnya. Cukup bilang, “Ini Tempe Bacem sama Trancam, khas dari Jawa. Cobain aja. Dijamin enak.” Kedua makanan itu sebenarnya sengaja saya suguhkan untuk menunjukkan sebuah kamuflase apik betapa saya bangga dengan makanan asli suku saya. Dan trik itu akan disambut dengan ucapan, “Oh ya? Wah boleh banget. Saya cobain ya!”. Kalaupun akhirnya si camer tidak suka, kesalahan bukan pada tuan rumah. Mereka akan sangat memaklumi dan tidak akan memperdebatkan mengapa makanan khas tersebut tidak cocok untuk lidah mereka. Ini berlaku untuk camer yang berasal dari luar daerah. Jika satu daerah, siap-siap mendengar, “hmm, kamu ke rumah, trus nanti kita bikin Trancam bareng yuk...!” Dan kerupuk? Siapa pula yang tak suka kerupuk?!

Sekiranya tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi jika cinta sudah berbicara sampai tahap ini. Inilah gambaran cinta yang saya punya. Ibu saya bilang, “Jika makan malammu berhasil, bersiaplah untuk segera menjadi istri.” Membosankan? Menurut saya tidak. Ah tapi sayangnya, saya belum terbukti menjadi istri secara nyata. Sebaiknya tak usah dibahas.

Resep masakan yang pernah dibuat untuk camer:

Tempe Bacem



Bahan
10 buah tempe
4 siung bawang merah
1 siung bawang putih
2 lembar daun salam
1 ruas laos, digeprek
1 sdt ketumbar
1 sdt garam
1 potong gula merah
Minyak goreng secukupnya

Cara membuat:
1.   Campurkan bawang merah, bawang putih, daun salam, ketumbar, garam dan gula merah jadi satu. Uleg sampai halus dan rata.
2.       Siapkan panci berisi air. Isi air dengan penuh.
3.       Siapkan tempe yang sudah dikupas dari bungkus.
4.       Masukkan bahan-bahan yang sudah dihaluskan ke dalam air di panci.
5.       Kemudian masukkan tempe. Pastikan tempe terendam dengan sempurna.
6.       Aduk supaya bahan tercampur rata. Rebus dengan api kecil samapi air menyusut. Angkat.
7.       Panaskan minyak, goreng tempe samapi matang. Angkat.
8.       Sajikan untuk 5 orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar